jobs indonesia site

Top Blog

TopOfBlogs

Minggu, 20 Juni 2010

Gambaran Pekerja Indonesia:

(Ninasapti Triaswati)

Amartya Sen, seorang pemenang hadiah Nobel dalam bidang ekonomi, dalam bukunya Development as Freedom (1999) menekannya pentingnya pembangunan bukan sekedar sebagai “cara” (means) namun juga sebagai “tujuan” (end). Lima macam bentuk pembangunan sebagai kemerdekaan yang dimaksud Sen tersebut adalah (1) kebebasan berpolitik, (2) fasilitas ekonomi, (3) kesempatan sosial, (4) jaminan transparansi, dan (5) proteksi keamanan. Pengertian kemerdekaan dalam hal fasilitas ekonomi berkaitan dengan terbukanya kesempatan bagi setiap individu untuk memanfaatkan berbagai sumber ekonomi bagi konsumsi, produksi dan perdagangan. Terbukanya lapangan pekerjaan merupakan bagian penting dari kemerdekaan secara ekonomi yaitu bagaimana tambahan pendapatan dihasilkan dan didistribusikan.


Apa yang terjadi selama lima tahun terakhir dalam pasar tenaga kerja merupakan gambaran yang sangat mengkhawatirkan. Walaupun terjadi peningkatan Upah Minimum Regional selama tiga tahun terakhir, yang tentu saja menyenangkan bagi mereka bekerja sebagai buruh/karyawan, tetapi kondisi keseluruhan pasar tenaga kerja Indonesia relatif semakin memburuk. Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) dari Badan Pusat Statistik dapat digambarkan keadaan pasar tenaga kerja Indonesia sebagai berikut:


Pertama, telah terjadi peningkatan jumlah pekerja Indonesia sejak tahun 1990 sampai dengan 2003. Akan tetapi khususnya selama kurun waktu 2001-2003, jumlah pekerja relatif tidak berubah yaitu sekitar 90,8 juta orang. Berarti, ada kondisi yang mengkhawatirkan dalam pasar tenaga kerja Indonesia secara keseluruhan karena setiap tahunnya ada sejumlah tambahan angkatan kerja baru yang masuk ke dalam pasar tenaga kerja, sementara yang dapat ditampung sebagai pekerja tidak berubah dalam kurun waktu 2001-2003. Pertanyaan berikutnya adalah apa yang menyebabkan jumlah pekerja tidak berubah secara keseluruhan ? Lebih dahulu perlu ditelusuri dari komposisi pekerja selama kurun waktu tersebut.


Kedua, selama periode 2001-2003 jumlah pekerja di sektor formal menurun dan di sektor informal meningkat. Secara rinci, trend penurunan di sektor formal dimulai dari tahun 1999 dan peningkatan di sektor informal dimulai sejak 1997. Kedua trend tersebut mencerminkan dampak beratnya permasalahan sektor riil bagi pekerja di sektor tersebut. Yang digolongkan sebagai pekerja sektor formal adalah pekerja tetap yaitu buruh/karyawan dan pengusaha dengan pekerja tetap. Sedangkan pekerja di sektor informal adalah pekerja yang berusaha sendiri namun menerima bayaran, pengusaha dengan pekerja tidak tetap dan pekerja tidak dibayar. Penurunan kapasitas penyerapan tenaga kerja di sektor formal, yang terutama berasal dari kelompok buruh/karyawan dan sudah berlangsung sejak 1999, secara jelas menyatakan adanya permasalahan kontraksi jumlah pekerja di sektor ini.


Secara rinci dapat digambarkan keadaan sektor formal selama periode 2000-2003 bagi keempat komponen pekerja sebagai berikut (i) pada sektor formal: jumlah buruh/karyawan menurun drastis dari 29,5 juta tahun 2000, menjadi 26,6 juta tahun 2001 dan 23,3 juta pada tahun 2003 (ii) pada sektor formal: jumlah pengusaha menurun dari 2,8 juta pada 2001 menjadi 2,7 juta pada 2003; (iii) pada sektor informal: jumlah pekerja yang berusaha sendiri meningkat dari 40,2 juta pada tahun 2000 menjadi 46,5 juta tahun 2003; (iv) pada sektor informal: jumlah pekerja tidak dibayar meningkat dari 17,6 juta tahun 2001 menjadi 17,7 juta orang pada tahun 2003.


Kebijakan UMR hanya dapat dinikmati oleh pekerja buruh/karyawan yang berada di sektor formal, yaitu berjumlah 23,3 juta pada tahun 2003.Sebaliknya, kebijakan UMR ini merupakan dorongan bagi para pengusaha untuk mengurangi buruh/karyawan tetapnya, yang dapat merupakan salah satu alasan mengapa jumlah buruh/karyawan, atau pekerja di sektor formal, mengalami penurunan sejak tahun 2000. Gambaran data investasi sejak tahun 2000 memperkuat gambaran tersebut, yaitu jumlah aliran investasi langsung dalam neraca pembayaran terus mengalami penurunan hingga saat ini. Berdasarkan data neraca pembayaran yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, selama periode pemerintahan saat ini (2001-2003) jumlah aliran neto investasi langsung yang keluar dari Indonesia adalah 9,1 milyar dolar AS. Jumlah aliran modal yang keluar pada tahun 2000 adalah 3,6 milyar dolar AS. Sehingga secara keseluruhan jumlah aliran investasi langsung yang keluar pada periode 2000-2003 adalah 12,7 milyar dolar AS.


Ketiga, penurunan daya serap sektor formal terutama berasal dari penurunan di sektor pertanian dan bangunan. Selama kurun waktu 2000-2003, penurunan jumlah buruh/karyawan terutama terjadi di sektor pertanian (-61%), bangunan (-38%), angkutan & telekomunikasi (-12%) dan industri pengolahan (-11%). Penurunan jumlah buruh/karyawan (sektor formal) di sektor pertanian selama kurun waktu 2000-2003 sesuai dengan rendahnya pertumbuhan di sektor tersebut selama tiga tahun terakhir, yaitu 1% pada 2001; 1,7% pada 2002 dan 2,5% pada 2003. Oleh karena itu perhatian terhadap kesejahteraan pekerja di sektor pertanian, baik formal maupun informal, perlu mendapat prioritas utama. Beberapa alasan dapat dikemukakan antara lain: (1) pekerja yang berada di sektor pertanian berpendapatan relatif terendah, dan bahkan berada dalam kemiskinan, dibandingkan dengan pekerja di sektor produksi lainnya, (2) jumlah pekerja di sektor ini terbesar dibandingkan dengan sektor produksi lainnya; (3) sebagian besar pekerja sektor pertanian berpendidikan rendah sehingga produktivitas mereka relatif rendah dan berakibat pada rendahnya tingkat pendapatan mereka.


Keempat, penurunan sektor formal terutama dipengaruhi oleh menurunnya pekerja yang berpendidikan rendah, yaitu mereka yang setinggi-tingginya tamat SD/MI. Peningkatan pekerja di sektor informal terutama disebabkan meningkatnya jumlah pekerja sektor informal yang menamatkan pendidikan SD/MI dan SLTP/MTs. Jumlah pekerja sektor informal yang tidak tamat SD/MI menurun drastis dari 19 juta tahun 2002 menjadi 15 juta 2 tahun 2003. Keadaan ini mencerminkan semakin sulitnya tingkat persaingan mencari pekerjaan, khususnya bagi mereka yang berpendidikan rendah.


Kelima, penurunan jumlah buruh/karyawan perempuan lebih cepat dibandingkan dengan penurunan jumlah buruh/karyawan laki-laki selama kurun 5 tahun terakhir. Tingkat penurunan pekerja perempuan sebesar 25% sedangkan tingkat penurunan bagi pekerja laki-laki adalah 14%. Pasar pekerja formal, khususnya buruh/karyawan, didominasi oleh pekerja laki-laki. Pada tahun 2003, jumlah buruh/karyawan perempuan yang berpendidikan dasar menengah hanya sekitar 40% dari jumlah buruh/karyawan laki-laki. Pada tingkat pendidikan tinggi, keadaan tampak lebih baik, jumlah buruh/karyawan perempuan 60% dari jumlah buruh/karyawan laki-laki.


Ketimpangan jender juga terlihat pada perbandingan pendapatan bulanan dan keadaan tahun 2003 lebih timpang dibandingkan tahun 2002. Pendapatan buruh/karyawan perempuan berpendidikan tamat SD/MI atau SLTP/MTs secara rata-rata hanya memperoleh sekitar 25% dari pendapatan per bulan laki-laki; sedangkan pendapatan per bulan perempuan yang tamat SLTA sekitar 30% dari laki-laki dan perempuan yang tamat pendidikan tinggi sekitar 43% dari laki-laki.
Pada tingkat pendidikan yang relatif tinggi, pekerja perempuan lebih mampu memiliki akses terhadap pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik karena proses seleksi yang relatif lebih terbuka.

careers, Jobs Indonesia, Indonesia Vacancy


Bookmark and Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar